“Dret dret dret . . . “ getar ponselku membuyarkan lamunanku malam itu. “ah ini pasti Ray” pikirku mantap.
Kuraih hapeku dari meja riasku. Cepat-cepat ku buka pesan itu.
From : prisila
Km jadian ya sm Ray.? Ko ga crta2 c.? Ga stia kawan ah.
:(
Ternyata aku salah. Pesan itu bukan dari Ray tapi dari Sila. Dengan sedikit malas ku balas pesan itu.
To : prisila
Iya, besok ak crtain ak ngntuk. Cu.
Selanjutnya setelah membalas sms dari Sila aku tidak kunjung tidur karena memang aku tidak mengantuk. Mataku masih setia menatap layar hapeku menanti sms dari pacar baruku, Ray.
Tapi sepertinya aku sia-sia, sampai mataku benar-benar tidak trtahankan ngantuknya sms yang aku tunggu tak kunjung datang. Aku sedikit kecewa, kenapa dia tidak sms aku sekalipun.? Padahal hari ini hari jadian kami. Bagi pasangan-pasangan lain mungkin mereka akan menikmati hangat-hangatnya pacaran di awal jadian. Tapi aku.?
Sedikit mengesampingkan gengsiku aku menelvon Ray. Perlahan aku mencari nomornya di kontak hapeku.
Calling . .
My dearest Ray . . .
“tut . . . tut . . . tut” terdengar nada smbung menghubungkan aku dengan Ray.
“halo” jawabnya lembut mendayu-dayu.
“halo Ray, udah tidur ya.?” Tanyaku lembut.
“iya” jawabnya singkat.
“ow yaudah, met bobo ya. Sory ganggu” sesalku.
“klik” suara dari sebrang menutup percakapan kaku kami.
“Oh tidak, hanya seperti inikah malam pertama jadianku.? Sunguh tidak romantis sedikitpun. Aku tidak menyangka ternyata Ray secuek itu. Apakah aku salah menerima dia menjadi pacarku.?” Pertanyaan demi pertanyaan bergejolak di otakku meminta jawaban yang pasti. Hingga akhirnya pagi menjelang.
“pagi Mom” sapaku pada Mamiku yang sedang sibuk menyiapkan sarapan kami sekeluarga.
“pagi Dear, tumben lemes gitu?” tanya Mami yang melihatku sedikit lesu pagi ini.
“ah ga kok, perasaan Mami mungkin” sangkalku. “Dady sama abang mana Mom.?” Tanyaku karena tidak melihat Dadyku mebolak-balik halaman koran di meja makan pagi ini dan abangku yang selalu melahap habis roti selai yang Mom buatkan untukku.
“Dady ada meeting pagi ini jadi berangkat agak pagian tadi. Trus abang kamu tadi katanya mau jemput pacar barunya dan sarapan di sana katanya” jelas Mom kepadaku.
Sepi juga ternyata meja makan tanpa ceramah Dady dan tawa garing abangku Karlo. Aku menikmati sepotong roti bakar dan segelas susu tanpa ada nafsu. Ntah kenapa yang ada di pikiranku hanya Ray, Ray dan Ray.
“oh iya Lin, mobilmu di pakai Karlo hari ini. Dia bilang mobilnya masih di bengkel” kata Mom, membuyarkan lamunanku.
“terus Karlin berangkat naik pa Mom.? Dady kan uda berangkat duluan.? Ah bang Karlo ga asik nih” keluhku sedikit kesal.
“kamu kan bisa minta jemput Sila, atau ga naik taksi atau ga minta jemput aja cowo yang tempo hari ke sini nganter kamu itu” usul Mom.
Cowo yang dimaksud Mom tak lain tak bukan adalah Ray. Tapi aku belum cerita pada Mom tentang hubunganku dengan Ray. Mungkin belum saatnya pikirku begitu.
Sekarang yang ada dipikiranku adalah bagaimana aku ke kampus tanpa mobil kesayanganku itu. Tidak mungkin aku minta Sila menjemputku, rumahku dan Sila berlawanan arah, dia harus melewati kampus dan kemacetan kalo mau ke rumahku. Dan ntah kenapa taksi langganan Mom pagi ini kosong, semua armada jalan ntah kemana. Satu-satunya orang yang melewati rumahku untuk ke kampus adalah Ray. Tanpa pikir panjang aku sms dia.
To : my dearest ray
Boo . . uda berangkt ngampus.?
Ak bareng bs.?
Baru beberapa menit setalah smsku terkirim mobil Ray sudah parkir di depan rumahku.
“wow, pucuk dicinta ulampun tiba” batinku bahagia. “Mom aku berangkat dulu” pamitku pada Mom dari luar rumah sambil setangah berlari.
“hati-hati Lin” terdengar suara Mom samar-samar menjawabku.
Senyum manis Ray menyambutku sambil membukakan pintu mobil untukku.
“thanks” ucapku lembut pada Ray.
Dia hanya tersenyum tipis memamerkan lesung pipinya.
Sepanjang perjalanan menuju kampus kami hanya diam. Tidak sepatah katapun keluar dari mulut kami. Hanya alunan merdu Simphoni hitam Sherina yang mengalun indah mengiringi perjalanan kami ke kampus.
“Ray, ntar pulang dari kampus mau kemana.?” Tanyaku membuka percakapan.
“ke Rumah sakit” jawbnya singkat.
“siapa yang sakit.?” Tanyaku lagi penasaran.
“ga ada, aku mau ambil hasil cek up mama” jawab dia datar.
“oww” berusaha puas dengan jawaban-jawaban singkat Ray.
Sesampainya di kampus kami bejalan bersama menuju kelas. Sempat aku lihat beberapa orang berbisik-bisik melihat kami lewat di depan mereka, dan beberapa cowo terlihat iri melihat Ray bisa bersamaku. Itu terlihat sekali dari cara pandang mereka kepada Ray. Sekilas aku melihat Ray melirik padaku tapi kemudian dia segera beralih memandang lurus ke depan tanpa mempedulikan aku yang berjalan di sampingnya. Aku sedikit jengkel tapi aku coba tahan karena orang-orang pasti akan semakin menggosipkan aku dan Ray sebagai pasangan kekasih yang tidak romantis.
“Lin, ntar pulang bareng Sila ya” ucap Ray membuyarkan lamunan panjangku saat kami tiba di depan kelas.
“oh, iya deh” jawabku sedikit kecewa. Mungkin dari nadaku menjawab dia tau aku sedikit tidak ikhlas pulang sendiri tanpa dia.
Seperti mengerti apa yang aku pikirkan Ray melanjutkan kalimatnya “aku sedikit lama dan harus menjemput sepupuku di bandara, aku takutnya kamu pulang kesorean” jelas Ray.
Aku hanya menganggukkan kepala tanda setuju.
.................................................................. to be continue again :D
0 komentar:
Posting Komentar